Total Pageviews

Tuesday, December 14, 2010

Decomposers Machine Palm Empty Fruit Bunch/ Mesin Pengurai Serat Tandan Kosong Sawit

Decomposers Machine Palm Empty Fruit Bunch

Mesin Pengurai Tandan Kosong Sawit
Kapasitas 500 kg/Jam
Empty palm bunches decomposing machine is a machine that works to cultivate palm empty bunches into long fibers. Long fiber is exported to China, and used as a raw material seat and mattress.

Mesin pengurai tandan sawit adalah mesin yang berfungsi untuk mengolah tandan sawit kosong menjadi serat panjang. Serat panjang ini di export ke cina, dan di gunakan sebagai bahan baku jok mobil dan kasur.

Thousand Benefits of Fiber Oil

Sofa in a room measuring 3 mx 5 m was still bouncy. In fact, he was already 2 years old. 'Fill the seats are not random, "said Dr Siswanto, which puts it in the living room sofa office, Biotechnology Research Center Plantation Bogor. Contents seat sofa comes from oil palm empty fruit bunches fiber (TKKS) are parsed fine.

With the contents of the seat of origin of waste palm oil processing, longer life sofa. In addition, fiber palm bunches more flexible so that the sofa was more tender. Fiber extracted from the parsed TKKS counter fiber. The fiber length of 15 cm was then sprayed with a liquid natural rubber until evenly distributed. The point, made more TKKS fibers swell and hold bouncy though often occupied. After drying, the fiber is inserted into the seat TKKS. Not just a sofa, but also a car seat.

Aside from being the seat filler, Ir Isroi MSi, Biotechnology Research Center researchers also tested the use of Bogor Oil palm oil waste into pulp, paper materials. How, with the fibers break down into powder. There are two techniques that can be selected, using a strong acid solution or service bacterial rot. The latter is cheaper in terms of cost, but a longer degradation time. Degradation of lignin fiber yield by 21% and then printed as a paper pulp before. 'Utilization of waste oil timber is enough to substitute a growing number of rare,' said Isroi.

Pile up

Waste oil palm growing abundantly along with the many palm oil mills which now reaches 470 mill. A palm oil mill (MCC) with a capacity of 60 tons bunches / hour waste of 100 tons / day. That means a total of 470 waste-plant reach 28.7 million tons in liquid and 15.2-million tons of solid waste per year.

Solid waste such as empty fruit bunches and mud. Both cause a foul odor and flies breeding places. During this TKKS the amount of 23% of the fresh fruit bunches is only used as mulch or compost to plant oil palm. That was not absorbed completely and use it only produces low added value to TKKS.

In fact, TKKS many benefits. One of which is processed into animal feed source media. The trick, palm oil waste soaked in water, then stored in large cans and left open 3-4 days. Insect fruit will come in cans and lay eggs. Interval of 2-3 weeks insect eggs turn into larvae you see maggots alias. If the larvae you see is dried and milled to produce flour. Larvae you see a substitute for wheat flour as raw material for the manufacture of fish feed. Levels of the protein in flour larvae you see it reach 40%.

Particle board

Utilization TKKS most potential is for the manufacture of particle board. Because, bunches of oil palm has a high cellulose content, ie 67.88% and 38.76% holoselulosa alpha cellulose fiber content 72.67%. It has advantages over plywood board, which is capable of reducing noise. How the manufacture of particle board TKKS very easy. Use a chopper to chop palm fibers into small pieces.

Sliced ​​bunches of palm oil that comes out of the machine it still contains 73% water content, 9% oil, and dirt that needs to be pressed. After using the machine felts pressed chopped screw type, moisture content and oil content was reduced to 36% and 7%. The process is not over because TKKS have dried to reduce the moisture content to 10%.

In making the needed board adhesives, such as 8% latex, 10% starch glue, or 12% polyvinyl acrylic. How the adhesive by spraying. Bunches of oil palm fiber particles that have been given a sheet of adhesive made board with size 20 cm x 20 cm and cold pressed with a power of 20 kg/cm2 for 15 minutes. Then felted hot 103oC for 15 minutes with 90 kg/cm2 pressure felts. Furthermore, the board left in the room 24 hours at room temperature.

As a result, particle board produced has a water content of 8.0 to 8.8%. The value was still within the range of Indonesian National Standard (SNI) particle board which requires a maximum water content of 14%. In terms of density, particle board TKKS including high density between .86 to 0.98 g/cm3. Compare this with the original particle board palm trunks, from 0.59 to 0.66 g/cm3.

The results of testing the mechanical properties such as particle board supple firmness, firmness broken, bonding strength, and a strong showing TKKS screws hold better. For example, determination of particle board palm bunches or strength to withstand the load so that it can return to its original shape without damage reaches 111 to 200.49 kg/cm2. The value was higher than ISO particle board requires value flexibility above 100 kg/cm2. 1809.66 to 4131.17 kg/cm2 elasticity particle board, above the minimum value of SNI only 100 kg/cm2.

Bonding strength bonding capabilities antarpartikel aka palm bunches ranged from 6.20 to 8.10 kg/cm2; standard IEC 6 kg/cm2. Strong hold screws alias Manahan ability to screw boards as a binder at 49.00 kg. That's higher than 9 kg to 40 kg SNI.

According to Dr Siswanto each 1 m2 of particle board only takes 3-5 kg ​​of oil palm empty fruit bunches. Meanwhile, if made from the wood of palm oil, producing at least 0.3 m2 of particle board. If in a 1 ha oil palm produces 70 tonnes of dried palm wood, means can be obtained 35 m3 of particle board with a density of 0.6 kg/dm3.

By utilizing oil palm waste, added value for palm oil mills will increase. In addition, the waste no longer a problem that pollute the environment. (Vina Fitriani / Covering: Faiz Yajri)

Sources: www.trubus-online.co.id

 

Seribu Manfaat Serat Sawit 

Sofa di ruangan berukuran 3 m x 5 m itu masih membal. Padahal, umurnya sudah 2 tahun. ‘Isi joknya tidak sembarangan,’ kata Dr Siswanto, yang menempatkan sofa itu di ruang tamu kantornya, Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor. Isi jok sofa itu berasal dari serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang diurai halus.

Dengan isi jok asal limbah pengolahan kelapa sawit, masa pakai sofa lebih lama. Selain itu, serat tandan kelapa sawit lebih lentur sehingga sofa terasa lebih empuk. Serat diambil dari TKKS yang diurai dengan pencacah serat. Serat yang panjangnya 15 cm itu lalu disemprot dengan cairan karet alam hingga merata. Gunanya, membuat serat TKKS lebih menggembung dan tahan membal walau sering diduduki. Setelah dikeringkan, serat TKKS dimasukkan ke jok. Tak hanya sofa, tapi juga jok mobil.

Selain sebagai pengisi jok mobil, Ir Isroi MSi, periset Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor juga mengujicoba pemanfaatan limbah kelapa sawit menjadi pulp, bahan baku kertas. Caranya, dengan mengurai serat menjadi bubuk. Ada 2 teknik yang bisa dipilih, menggunakan larutan asam kuat atau jasa bakteri pelapuk. Yang disebut terakhir memang murah dari segi biaya, tetapi waktu degradasi lebih lama. Degradasi serat menghasilkan lignin sebesar 21% kemudian dicetak seperti halnya bubur kayu sebelum menjadi kertas. ‘Pemanfaatan limbah sawit cukup untuk mensubstitusi kayu yang jumlahnya semakin langka,’ kata Isroi.

Menumpuk
Limbah kelapa sawit semakin melimpah seiring dengan banyaknya pabrik pengolahan kelapa sawit yang kini mencapai 470 pabrik. Sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam menghasilkan limbah 100 ton/hari. Itu artinya, total limbah 470 pabrik itu mencapai 28,7-juta ton dalam bentuk cair dan 15,2-juta ton limbah padat per tahun.

Limbah padat berupa tandan kosong dan lumpur. Keduanya menjadi penyebab bau busuk dan tempat bersarangnya lalat. Selama ini TKKS yang jumlahnya 23% dari tandan buah segar hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit. Itu pun tidak terserap seluruhnya dan pemanfaatan itu hanya menghasilkan nilai tambah rendah terhadap TKKS.

Padahal, TKKS banyak manfaatnya. Salah satu di antaranya diolah menjadi media sumber pakan ternak. Caranya, limbah kelapa sawit dibasahi air, kemudian disimpan di dalam kaleng besar dan dibiarkan terbuka 3-4 hari. Serangga buah bakal datang ke dalam kaleng dan bertelur. Selang 2-3 pekan telur serangga berubah menjadi belatung alias magot. Jika magot dikeringkan dan digiling menghasilkan tepung. Tepung magot menjadi pengganti tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Kadar protein yang terkandung dalam tepung magot itu mencapai 40%.

Papan partikel
Pemanfaatan TKKS paling potensial adalah untuk pembuatan papan partikel. Sebab, tandan kelapa sawit memiliki kadar selulosa tinggi, yaitu 67,88% holoselulosa dan 38,76% alfa selulosa dengan kadar serat 72,67%. Ia memiliki kelebihan dibandingkan papan lapis, yakni mampu meredam suara. Cara pembuatan papan partikel dari TKKS sangat mudah. Gunakan mesin perajang untuk memotong serat sawit menjadi kecil-kecil.

Rajangan tandan kelapa sawit yang keluar dari mesin itu masih mengandung kadar air 73%, minyak 9%, dan kotoran sehingga perlu dipres. Setelah rajangan dipres menggunakan mesin kempa tipe ulir, kadar air dan kadar minyak berkurang menjadi 36% dan 7%. Proses belum berakhir karena TKKS perlu dijemur untuk menurunkan kadar air hingga 10%.

Dalam pembuatan papan dibutuhkan perekat, seperti 8% lateks, 10% lem kanji, atau 12% polivinil akrilik. Cara pemberian perekat dengan penyemprotan. Partikel serat tandan kelapa sawit yang telah diberi perekat dibuat lembaran papan dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan dikempa dingin dengan kekuatan 20 kg/cm2 selama 15 menit. Kemudian dikempa panas 103oC selama 15 menit dengan tekanan kempa 90 kg/cm2. Selanjutnya papan didiamkan 24 jam dalam ruangan pada suhu kamar.

Hasilnya, papan partikel yang dihasilkan memiliki kadar air 8,0-8,8%. Nilai itu masih berada dalam kisaran standar nasional Indonesia (SNI) papan partikel yang mensyaratkan kadar air maksimal 14%. Dari segi kerapatan, papan partikel TKKS termasuk berkerapatan tinggi antara 0,86-0,98 g/cm3. Bandingkan dengan papan partikel asal batang kelapa sawit, 0,59-0,66 g/cm3.

Hasil pengujian sifat mekanik papan partikel seperti keteguhan lentur, keteguhan patah, keteguhan rekat, dan kuat pegang sekrup menunjukkan TKKS lebih baik. Misalnya, keteguhan papan partikel tandan kelapa sawit atau kekuatan untuk menahan beban sehingga dapat kembali ke bentuk semula tanpa rusak mencapai 111-200,49 kg/cm2. Nilai itu lebih tinggi daripada SNI papan partikel yang mewajibkan nilai kelenturan di atas 100 kg/cm2. Elastisitas papan partikel 1.809,66-4.131,17kg/cm2, di atas nilai SNI minimal yang hanya 100 kg/cm2.

Keteguhan rekat alias kemampuan ikatan antarpartikel tandan kelapa sawit berkisar 6,20-8,10 kg/cm2; standar SNI 6 kg/cm2. Kuat pegang sekrup alias kemampuan papan untuk manahan sekrup sebagai pengikat sebesar 49,00 kg. Itu lebih tinggi 9 kg dibandingkan SNI yang mencapai 40 kg.

Menurut Dr Siswanto setiap 1 m2 papan partikel hanya butuh 3-5 kg tandan kosong kelapa sawit. Sedangkan jika dari batang kayu kelapa sawit, paling tidak menghasilkan 0,3 m2 papan partikel. Jika dalam 1 ha kebun sawit menghasilkan 70 ton kayu kelapa sawit kering, berarti bisa diperoleh 35 m3 papan partikel dengan kerapatan 0,6 kg/dm3.

Dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit, nilai tambah untuk pabrik pengolahan kelapa sawit bakal meningkat. Selain itu, limbah tak lagi menjadi masalah yang mencemari lingkungan. (Vina Fitriani/Peliput: Faiz Yajri)

Sumber: www.trubus-online.co.id

Thursday, November 11, 2010

SIR Rubber Processing Machinery (Crumb Rubber)/ Mesin Pengolahan Karet Crumb Rubber

Crumb Rubber Production

Mesin Pengolahan Karet
Kapasitas 1 ton/batch (8 jam)







SHORT PROFILE RUBBER COMMODITY Classification / Classification in Commodity RubberRubber is the annual crops such as tree trunks straight. First rubber tree only grows in Brazil, South America, but after the experiment many times by Henry Wickham, a tree was successfully developed in Southeast Asia, where the plant is now developed so much until now Asia is a source of natural rubber. In Indonesia, Malaysia and Singapore began trying cultivated rubber trees in Indonesia 1876.Tanaman first rubber planted in the Bogor Botanical Gardens.Indonesia has mastered the world rubber production, but this time the position of Indonesia is constrained by two neighboring Malaysia and Thailand. More than half of the rubber used today is synthetic, but several million tons of natural rubber are still produced every year, and still is an important material for several industries including automotive and military.Botanical classification of rubber plants are as follows:Division: SpermatophytaSub Division: AngiospermaeClass: DicotyledonaeFamily: EuphorbiaceaeGenus: HeveaSpecies: Hevea brasiliensisThe recommended rubber clones Rubber Research Institute Research Centre period 1996-1998 are:· AVROS 2037· BPM 1, BPM 24, 107 BPM, 109 BPM· GT 1· PB 217, PB 235, PB 260· PR 255, PR 261, PR 300, PR 303· RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110· RRIM 600· GGIM 712· TM 2, TM 9While some types of commonly used rubber results or processed into severalproducts include: RSS I, II RSS, RSS III, Crumb Rubber, Lump, and Latex.Using Rubber CommodityThe main result is the latex from rubber trees that can be sold or traded in the form of fresh latex, slab / coagulation, smoke or sit / sit breeze. Furthermore, the products will be used as raw material for the factory Crumb Rubber / Rubber Crumb, whoproduce a variety of raw materials for a variety of downstream industries such as tires, balls, shoes, rubber,gloves, swimsuit, rubber bands, rubber toys, and various other downstream products.The byproduct of rubber is rubber wood trees that can be derived from the garden rehabilitation or rejuvenation of old rubber plantations that are no longer producing latex. Generally the sale of rubber wood is from old rubber rejuvenation replaced with young rubber trees. Rubber wood timber can be used as building materials, firewood, charcoal, or sawn timber for household appliances. Rubber latex tapped from rubber rod be processed in the form of crepe, smoked sit and concentrated latex.· RUBBER (rubber tree)Rubber plantation is a plant that grows in many areas of theIndonesia. Rubber is a product of the clotting process latex rubber (latex).Normal rubber trees are tapped in year 5. Products from subsequent latex clumpingprocessed to produce rubber sheet (sheet), blocks (boxes), or rubber crumb (crumbrubber), which is the raw material rubber industry. Exports of rubber from Indonesia in variousshape, in the form of industrial raw materials (sheet, crumb rubber, SIR) and the productderivatives such as tires, parts, and so on.· Concentrated latexConcentrated latex is a processed product that is made of natural latex with a particular process. Concentration of natural latex is done by using four methods: centrifugation, pendadihan, evaporation, and elektrodekantasi. Among the four ways the centrifugation andpendadihan a way that has been developed commercially for a long time. Latex concentration by centrifugation carried out using high-speed centrifuges6000-7000 rpm. Latex inserted into centrifuges (separator) will experienceplayback of the centripetal force and centrifugal force. The centrifugal force is much moregreater than the acceleration of gravity and motion resulting in a separation of brownrubber particles with serum. Part serum that has a large density will be thrownto the exterior (latex skim) and rubber particles will accumulate at the center of centrifuges. Concentrated latex contains 60% dry rubber, latex skimnya while stillDRC contains between 3-8% with approximately 1.02 g/cm3 density.Latex concentration by pendadihan pendadih require materials such as sodium or ammonium alginate, gum tragacant, cellulosa methyl, carboxy methylcellulosa and flour iles-iles. Pendadih presence of lead rubber particles will form chains into droplets with a diameter larger. The difference in density between the grains of rubber and rubber serum causes the particles that have a density less than the serum will move upwards to form layers, while the under is serum.The resulting quality latex determined by ASTM and ISO specifications.According to ASTM concentrated latex was divided into 3 types based on system preservation andproduction method are:· Type I: Latex centrifuge with concentrated ammonia alone or with preservative preservative formaldehyde followed by ammonia.· Type II: pendadihan concentrated latex preserved with ammonia only or by preservative formaldehyde followed by ammonia.· Type III: centrifuge latex preserved with low ammonia levels and secondary preservatives.· CRUMB RUBBERCrumb rubber is a process of dry rubber processing through phase peremahan. The raw material comes from the latex is processed into a coagulum and of the lump. The raw material is the most dominant lump as crumb rubber processing aims to raise the degree of low-grade raw materials into products of higher quality. 

Crumb Rubber processing stage include:
Crumble 
Composition that have undergone completion for 10-15 days trivialized in the granulator. Peremahan aims to get the crumbs that are ready to be dried. Properties produced by peremahan is easily drained so achieve higher production capacity and maturity of a perfect crumb.  

Drying Composition are superbly experienced peremahan then dried in the dryer for 3 hours. Entered into the box hair dryer 12 minutes or so, air temperature 122 ° C for the composition of raw materials and 110 ° C for the WF. Temperature of the product that comes out of the dryer below 40 ° C. Drying aims to reduce levels of water to keep it safe limit of insect attack or microbiological, and enzymatic hydrolysis. In the drying factors that can affect this result is the length of completion, crumbs height, temperature and duration of drying.

 
Pressing 




 Pressing a bale-bale formation of dry rubber crumb. Materials that come out of the dryer and then weighed 35kg/bandela to be packed in SW and 33.5 kg / bale for packaging. After the product was pressed by using a bale press machine. Pressed outcome measures 60 x 30 x 17 cm.Wrapping and PackagingWrapping is intended to avoid the absorption of moisture from the environment and free of other contaminants. Once the product is pressed, and then kept on the table for sorting aluminum using pengutip. After that the product is wrapped with 0.03 mm thick transparent plastic and melting point 108 ° C. Bale that has been wrapped, then put in containers with interlocking arrangement.Sources:(Map of the main commodity sectors and the primary assessment of market opportunities as well as opportunities infestations in Indonesia)

PROFIL SINGKAT KOMODITI KARET

Penggolongan / Klasifikasi dalam Komoditi Karet

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876.Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor.
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Keluarga          : Euphorbiaceae
Genus             : Hevea
Spesies           : Hevea brasiliensis
Klon karet yang dianjurkan Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian periode 1996-1998 adalah:
·         AVROS 2037
·         BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109
·         GT 1
·         PB 217, PB 235, PB 260
·         PR 255, PR 261, PR 300, PR 303
·         RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110
·         RRIM 600
·         GGIM 712
·         TM 2, TM 9
Sedangkan beberapa jenis hasil karet yang biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi beberapa
produk antara lain adalah : RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan Lateks.

Penggunaan Komoditi Karet
Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah, yang
menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet,
sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.
Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan rehabilitasi kebun atau peremajaan kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet yang diperjualbelikan adalah dari peremajaan kebun karet tua yang diganti dengan tanaman karet muda. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai kayu bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga. Getah karet yang disadap dari batang diolah menjadi karet dalam bentuk krep, sit yang diasap dan lateks pekat.

·         KARET (pohon karet)
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai wilayah di
Indonesia. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks).
Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya
diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb
rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai
bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk
turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya.

·         LATEKS PEKAT
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat dengan proses tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat cara yaitu: sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Diantara keempat cara tersebut sentrifugasi dan
pendadihan merupakan cara yang telah dikembangkan secara komersial sejak lama. Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan sentrifuge berkecepatan
6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam alat sentrifugasi (separator) akan mengalami
pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal tersebut jauh lebih
besar daripada percepatan gaya berat dan gerak brown sehingga akan terjadi pemisahan
partikel karet dengan serum. Bagian serum yang mempunyai rapat jenis besar akan terlempar
ke bagian luar (lateks skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan lateks skimnya masih
mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.
Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa dan tepung iles-iles. Adanya bahan pendadih menyebabkan partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang dibawah adalah serum.
Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut ASTM dan SNI.
Menurut ASTM lateks pekat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sistem pengawetan dan
metode pembuatannya yaitu :
·         Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehida dilanjutkan dengan pengawet amonia.
·         Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.
·         Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan bahan pengawet sekunder.

·         CRUMB RUBBER
Crumb rubber adalah karet kering yang proses pengolahannya melalui tahap peremahan. Bahan baku berasal dari lateks yang diolah menjadi koagulum dan dari lump. Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan crumb rubber bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang lebih bermutu.

Tahap pengolahan Crumb Rubber meliputi :

Peremahan

Kompo yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator. Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna.

Pengeringan


Kompo yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122°C untuk bahan baku kompo dan 110°C untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40°C. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.

 Pengepresan

Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.

Pembungkusan dan Pengepakan 
Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan tebal 0,03 mm dan titik leleh 108°C. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti kemas dengan susunan saling mengunci.


Sumber:
(Peta komoditi utama sektor primer dan pengkajian peluang pasar serta peluang infestasi di Indonesia )

Tuesday, October 26, 2010

Silk industry/ Industri Sutra

Industri Sutra
Kapasitas 20 s/d 30 kg Kolosom/Jam
Mengolah kokon menjadi benang




PERMASALAHAN
1.    Beberapa permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya pengembangan persuteraan alam ini khususnya industri pemintalan benang sutera adalah sebagai berikut :
Sumber Daya Manusia, budidaya ulat sutera dan tanaman murbei merupakan hal yang baru sehingga memerlukan pelatihan khusus dan SDM yang sudah ada perlu ditingkatkan keterampilannya, baik untuk budidaya murbei maupun ulat sutera sampai mengolah kokon dan benang.
2.    Teknologi/peralatan, dari aspek teknologi/alat yang ada sekarang ini baik jumlah maupun jenisnya masih perlu ditingkatkan.
3.    Permodalan, untuk meningkatkan kapasitas produksi kain tenun dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar akan kain sutera saat ini perlu adanya tambahan modal kerja.
4.    Bahan baku berupa produksi kokon masih sangat terbatas sehingga harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan industri pemintalan benang sutera alam.

PROSPEK PEMASARAN
Industri persuteraan khususnya benang sutera alam merupakan salah satu subsektor agroindustri yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena memiliki berbagai keunggulan-keunggulan sebagai berikut :
  1. Bahan baku seluruhnya tersedia dan berasal dari sumber daya alam lokal.
  2. Produknya merupakan komoditi ekspor yang merupakan bahan baku industri lain yang tersebar baik di dalam maupun luar negeri, sehingga dapat meningkatkan devisa,
  3. Menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, dan
  4. Memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor, sub sektor laiinnya.
Permintaan akan produk sutera alam, khususnya dalam bentuk lain tidak terlalu dipengaruhi oleh situasi ekonomi, meskipun segmentasi pasar berada pada konsumen kalangan menengah dan atas. Penggunaan produksi benang sutera tidak terbatas pada kebutuhan kain sandang tetapi telah meluas untuk berbagai kebutuhan kain tekstil non sandang seperti kain untuk dekorasi interior dan eksterior perkantoran, perhotelan, restoran dan lain-lain.

Pada tahun 1994, kebutuhan benang sutera dunia telah mencapai 92.743 ton, sedang produksi dunia pada waktu itu baru mencapai 89.393 ton (Capricorn Indonesia Consult, 1996). Pada waktu itu, Indonesia sendiri hanya mampu menghasilkan produksi benang sutera alam mentah rata-rata sebanyak 144 ton per tahun, sehingga dinyatakan belum mencapai sasaran produksi nasional yang telah ditetapkan pemerintah selama Pelita V yang lalu, sedang kondisi sekarang pun tidak banyak berbeda.

POTENSI PENGEMBANGAN
Potensi pengembangan usaha pemintalan benang sutera alam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : ketersediaan bahan baku kokon, jenis peralatan dan mesin pemintalan dan sumber daya manusia (tenaga) yang terampil serta permodalan. Pola usaha persuteran alam di Indonesia terdapat di daerah-daerah sentra pengembangan sutera alam yang potensial, pada umumnya masih dalam skala kecil dengan teknologi yang masih sederhana dengan tingkat pemilikan modal yang rendah. Namun demikian jumlah pengusahanya sangat besar dan merupakan mitra usaha yang potensial dalam menggalang usaha bersama. Ditingkat sericultur ini tidak menunjukkan adanya persaingan secara kuantiitas antara petani produk kokon, kecuali pada perbaikan-perbaikan kualitas kokon.
Perkembangan ditingkat industri pemintalan benang sutera alam ternyata masih didominasi oleh industri yang bersifat tradisional yang jumlahnya mencapai sekitar 1.354 unit, sedangkan jumlah industri semi mekanik terdapat 6 unit dan hanya satu unit yang menggunakan mesin otomatis, yaitu PT. Indojado Sutera Pratama. Melihat kondisi perindustrian pemintalan sutera alam, maka kapasitas produksi benang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik belum terpenuhi. Perkembangan industri pertenunan kain sutera alam di Indonesia ternyata lebih berkembang bila dibandingkan dengan industri pemintalan benang sutera alam, hal ini didukung oleh data volume ekspor kain yang relatif besar. Industri pertenunan jumlahnya sekitar 11.387 unit yang terdiri dari hanya 1.976 unit yang menggunakan Alat Tenun Mesin (ATM), sedangkan sisanya adalah Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Rangkaian mata rantai dan tahapan industri persuteraan alam ini tampaknya tidak begitu mulus karena ada tahapan yang perkembangannya terlambat yaitu terutama pada tahapan sericultur atau proses produksi kokon yang dianggap belum mapan sehingga berpengaruh dapat menghambat terhadap perkembangan industri pemintalan benang sutera.



ASPEK PRODUKSI

LOKASI
Lokasi usaha industri pemintalan benang ulat sutera harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Lokasi usaha industri terdapat di daerah petani ulat sutera dengan luas lahan murbei sebanyak 10 - 20 hektar atau total produksi kokon minimum sebanyak 7.500 kg per tahun (30 kg per hari, 1 shift) dan maksimum 22.500 kg per tahun (90 kg per hari, 250 hari kerja per tahun, 3 shift).
  2. Di lokasi industri terdapat sumber air bersih (sumber air, sumur, PDAM) untuk membersihkan, memanaskan dan reeling kokon, agar warna benang putih.

BANGUNAN DAN PERALATAN
Untuk usaha industri pemintalan benang sutera diperlukan tanah, bangunan, drum pemanas air (boiler), bak air pemanas kokon (dari plat besi), alat reeling benang, alat re-reeling benang, lemari, meja kursi, gunting, pisau, sepatu bot karet, pakaian plastik, pompa air dan instalasi listrik dengan total biaya investasi sebesar Rp. 33.010.000 (Tabel Investasi) (Lamp 1) dengan umur ekonomis yang berlainan. Penyediaan tanah, pembuatan bangunan dan pengadaan peralatan pembuatan benang ulat sutera memerlukan waktu sekitar 3 bulan, sehingga memerlukan masa tenggang angsuran kredit selama 3 bulan.
PROSES PRODUKSI
Biaya eksploitasi industri pemintalan benang sutera untuk 1 unit kerja selama 25 hari kerja per tahun dengan produksi 30 kokon per hari . Adapun proses produksi dari kokon sampai menjadi benang sutera meliputi kegiatan sebagai berikut :
  1. Pembelian Kokon Dari Petani Ulat Sutera
    Perkiraan Harga kokon antara Rp. 25.000 - Rp.30.000 per kilo kokon, yaitu tergantung pada kualitas dan atau jumlah butir kokon per kilogram, yaitu :
    1. Rp 30.000/kg dengan jumlah kokon kurang dari 500 butir/kg
    2. Rp 27.000/kg dengan jumlah kokon kurang dari 551 - 600 butir/kg
    3. Rp 26.500/kg dengan jumlah kokon kurang dari 601 - 650 butir/kg
    4. Rp 25.500/kg dengan jumlah kokon kurang dari 651 - 760 butir/kg
    5. Rp 3.000/kg untuk kokon cacat (afkir) jumlahnya antara 5 - 10 % dari total berat Rp 27.000/kg dengan jumlah kokon kurang dari 501 - 550 butir/kg
    6. Kokon kualitas No 1 s/d 5 adalah kokon yang dipintal untuk dijadikan benang sutera, sedangkan kualitas No 6 dijadikan sebagai bahan kerajinan.
  2. Sortasi Dan Pengupasan Kulit Kokon
    Selanjutnya kokon disortasi dan dikupas kulitnya untuk memudahkan pengambilan ujung benang pada saat reeling. Kokon disortasi berdasarkan ukurannya dan bila ada yang cacat dikeluarkan atau di afkir.
  3. Penyimpanan Kokon Dalam Bag
    Kokon yang sudah disortasi dan dikupas dimasukkan dalam bag yang disesuaikan masa panennya. Karena kokon maksimum 6 hari setelah panen harus di rebus dan direeling.
  4. Perebusan Kokon
    Kokon yang berukuran sama direbus dalam air panas (100oC), perebusan dengan kompor minyak tanah selama 10 menit dan selanjutnya di bilas dengan air dingin.
  5. Pengambilan Ujung Benang
    Selanjutnya kokon yang telah direbus dimasukkan kedalam bak air panas (80 - 90oC) dan dicari ujung benangnya dan setelah diketemukan ujungnya kemudian kokon tersebut dimasukkan bak air dingin (30 - 40oC) selama 5 - 10 menit.
  6. Reeling Benang
    Kemudian kokon yang ditemukan ujungnya dimasukkan dalam bak berisi air hangat (50 - 60oC) pada mesin reeling. Mula-mula beberapa ujung benang (13 - 29 kokon) digabungkan dan dipelintir dengan tangan sepanjang 5 - 7 cm dan terus dimasukkan ke peluncur pembagi dan kemudian dimasukkan ke haspel. Selanjutnya mesin digerakkan dengan kecepatan 1.200 RPM oleh tenaga listrik 240 watt (0,25 PK) dengan 2 orang operator. Operator menambahkan kokon yang habis benangnya. Mesin dihentikan setelah tabel benang pada haspel 1 cm, kemudian haspel dikeluarkan dan diganti dengan haspel baru, hasilnya berupa benang basah.
    Ukuran benang yang dinyatakan dengan "denier" berdasarkan jumlah benang kokon disesuaikan dengan permintaan.
  7. Re- reeling Benang
    Benang hasil reeling dimasukkan kembali dalam mesin re-reeling, yaitu untuk mengeringkan benang dan menggabungkan kembali beberapa benang hasil dari mesin reeling menjadi ukuran yang disesuaikan dengan denier yang diminta konsumen. Selanjutnya benang (raw - silk) tersebut dikeringkan dengan diangin-anginkan.
  8. Pengepakan
    Benang sutera tiap haspel besar kemudian dilepas menjadi suatu ikal benang dengan berat sekitar 100 gram. Selanjutnya 10 ikal benang dipress menjadi 1 pak dengan beratnya sekitar 1 kg yang siap untuk dijual. Benang sutera (raw silk) produksi industri kecil ini selanjutnya oleh konsumen di proses lagi twisted silk yang siap digunakan untuk ditenun menjadi kain.
Rendemen benang sutera (raw silk) antara 10 - 12%, tergantung ukuran kokon. Makin besar ukuran kokon, maka makin besar rendemennya. Kapasitas olah industri ini sebanyak 30 kg per shift per 8 jam dan maksimum bisa mencapai 3 shift yaitu dengan jumlah kokon 90 kg per hari

Alat Pengolahan Telur Asin "Salted Egg Processing" Equipment

Alat Pengolahan Telur Asin
Kapasitas 500 butir/batch
Sebagai pengganti pembuatan telur asin secara tradisional

Salted Egg Processing Equipment
Capacity of 500 eggs / batch
In lieu of making the traditional salted egg


 PENGANTAR
Telur merupakan hasil ternak yang mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah gizi yang terjadi di masyarakat.Hal ini dimungkinkan karena telur sarat akan zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan yang sehat. Zat-zat gizi yang ada pada telur sangat mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh.
Itulah sebabnya telur sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh anak-anak yang sedang dalam masa tumbuh-kembang, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang sakit atau dalam proses penyembuhan, serta para lansia (lanjut usia). Dengan kata lain, telur cocok untuk semua kelompok umur dari segala lapisan masyarakat.
Karena bau amisnya yang tajam, penggunaan telur itik dalam berbagai makanan tidak seluas telur ayam. Selain baunya yang lebih amis, telur itik juga mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar, sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin.

INTRODUCTION
Eggs are the result of livestock that have a big hand in addressing nutritional problems that occur in society. This is possible because the eggs are full of nutrients needed for a healthy life. Nutrients that exist in eggs is easily digested and utilized by the body.

That's why eggs are highly recommended for consumption by children who are in a period of growth and development, pregnant and nursing mothers, people who are sick or in the healing process, as well as the elderly (elderly). In other words, the eggs are suitable for all age groups from all walks of life.

Due to the sharp odor amisnya, use duck eggs in a wide variety of foods is not chicken eggs. Besides the more it smells fishy, duck eggs also have pores larger, so it is good to be processed into salted eggs.


NILAI GIZI
Hasil penelitian mendapatkan, sebutir telur mempunyai kegunaan protein (net protein utilization) 100% dibandingkan dengan daging ayam (80%) dan susu (75%). Berarti jumlah dan komposisi asam aminonya sangat lengkap dan berimbang. Sehingga hampir seluruh bagiannya dapat digunakan untuk pertumbuhan maupun penggantian sel-sel yang rusak. Hampir semua lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada bagian kuningnya, mencapai 35%, sedangkan di bagian putihnya tidak ada sama sekali. lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin), dan kolesterol.

NUTRITIONAL VALUE
The results gain, egg protein has utility (net protein utilization) 100% compared to chicken (80%) and milk (75%). Means the amount and amino acid composition is very complete and balanced. So that almost all the parts can be used for growth and replacement of damaged cells. Almost all of the fat in the duck egg found in the yolk, reaching 35%, while in the white part nonexistent. fat in the egg consists of triglycerides (neutral fats), phospholipids (generally in the form of lecithin), and cholesterol.


PENGOLAHAN TELUR ASIN
Pembuatan telur asin dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis.
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.

SALTED EGG PROCESSING
Making salted eggs by immersing in a saturated salt solution is very simple and practical.The salt serves as creator of saltiness and preservatives as well as to reduce the solubility of oxygen (oxygen required by bacteria), inhibit the action of proteolytic enzymes (enzymes damaging proteins), and absorbs water from the eggs.


MENYIAPKAN TELUR
  1. Bersihkan telur dari kotoran yang melekat pada permukaan kulit telur dengan cara merendam telur di air  hangat selama +/- 2 menit kemudian gosok dengan kain / busa halus yang kering atau amplas nomor 0.
  2. Teropong telur yang sudah bersih. Perhatikan keutuhan kerabang, keadaan isi telurnya dan rongga udaranya. Pilihlah telur yang kerabangnya utuh / tidak retak dan isi telurnya terlihat bersih serta memiliki rongga udara yang lebih kecil.
PREPARE EGG
  1. Clean the eggs from the dirt on the surface of the egg shell eggs by immersing in warm water for a + / - 2 minutes and then rub with a cloth / foam or soft dry sandpaper number 0.
  2.  Binoculars eggs that are clean. Note the intact eggshell, egg contents and the state of the air cavity. Choose kerabangnya whole egg / egg did not crack and the content looks clean and has a smaller air cavity.

PENGGARAMAN DALAM LARUTAN GARAM DENGAN TEKANAN
  1. Tempatkan telur dalam wadah bertekanan.
  2. Masukan air garam ke dalam wadah yang telah berisi telur dan tutupi bagian atas telur dengan pemberat. Tutup wadah telur dengan rapat.
  3. Atur tekanan dengan kompresor sampai tekanan mencapai 0.75-1.0 Psi.
  4. Keluarkan telur dari perendaman (setelah selama 7 – 9 hari untuk konsumen yang suka telur yang tidak terlalu asin atau setelah 14 hari untuk konsumen yang menyukai rasa asin).
  5. Teropong telur satu per satu. Pisahkan telur-telur yang kerabangnya retak atau isi telurnya memperlihatkan tanda-tanda kebusukan.
  6. Simpan telur ditempat yang dingin atau langsung direbus.

SALTING WITH PRESSURE IN SALT SOLUTION
  1. Place the eggs in a pressurized container.
  2. Put salt water into a container that already contain eggs and cover the top of the egg with ballast. Close the container tightly eggs.
  3. Set the pressure to the compressor until the pressure reaches 0.75-1.0 Psi.
  4. Remove the eggs from the immersion (as long as 7-9 days for consumers who like eggs that are not too salty or after 14 days for consumers who love the taste of salt).
  5. Binoculars eggs one at a time. Separate the eggs cracked or content of eggs kerabangnya showing signs of decay.
  6. Store eggs in a cool or directly boiled.
 MEMBUAT LARUTAN AIR GARAM
  1. Rebus air sampai mendidih
  2. Haluskan garam sebanyak 10 kg untuk 40 liter air, dan tempatkan pada ember besar
  3. Tuangkan air mendidih pada ember yang berisi garam diatas, lalu aduk sampai semua garam larut.
  4. Saring rebusan air garam. Sebaiknya gunakan kain tipis agar semua kotoran tertahan.
  5. diamkan larutan garam tersebut sampai benar-benar dingin

MAKE A SALT WATER SOLUTIONS
  1. Boil the water to boiling
  2. Puree as much as 10 kg of salt to 40 liters of water, and place in a large bucket
  3. Pour boiling water over the bucket of salt, and stir until all the salt dissolves.
  4. Filter boiling salt water. We recommend using a thin cloth so that all dirt held.
  5. let stand a salt solution until completely cold
 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

 Source: Animal Husbandry Agency West Java